Mappasessu, SH Koordinator LBH IWO SOPPENG
LBHIWOSOPPENG.COM - Soppeng - Pembatalan Sertifikat Hak atas TanahPendahuluan
Pembatalan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bermaksud
untuk memutuskan, menghentikan atau menghapus suatu hubungan hukum antara
subjek hak atas tanah dengan objek hak atas tanah.
jenis/macam kegiatannya, meliputi pembatalan surat keputusan pemberian hak
atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah.
penyebab pembatalan adalah karena cacat hukum administratif dan/atau untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena
pemegang hak tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam surat
keputusan pemberian hak atas tanah serta karena adanya kekeliruan dalam surat
keputusan pemberian hak bersangkutan.
pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah
Dasar Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999, yang
menjadi objek pembatalan hak atas tanah meliputi:
- surat keputusan pemberian hak atas tanah.
- sertifikat hak atas tanah.
- surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
Surat Keputusan Pembatalan Terbit apabila
Surat keputusan pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat (2) Permen
Agraria/BPN 9/1999, diterbitkan apabila terdapat:
- cacat hukum administratif; dan/atau
- melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Cara Pembatalan
ada 3 cara untuk melakukan pembatalan sertifikat hak atas tanah:
- Meminta Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan
- Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- Gugatan Ke Pengadilan Negeri
Masa Daluwarsa
Bahwa ada masa daluwarsanya, karena permohonan pembatalan atau gugatan ke
pengadilan hanya dapat diajukan maksimal 5 tahun sejak terbitnya sertifikat,
sebagaimana diatur Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi:
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad
baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak
atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam
waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
Referensi:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang–Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Diedit oleh: Mappasessu LBH IWO SOPPENG
0 Comments