Ika Rini Puspita (Ketua FLP Cabang Gowa)
LBHIWOSOPPENG.COM Opini -- Kampus Kurikulum Industri Upaya Kolonialisasi-Kapitalisasi Perguruan Tinggi
Oleh: Ika Rini Puspita
(Ketua FLP Cabang Gowa)
Pada Jumat, 24 Januari 2020 tahun lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan paket kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar: Kampus Merdeka”. Sebelumnya pada 11 Desember 2019, Nadiem meluncurkan paket kebijakan pendidikan satuan pendidikan dasar yang diberi nama “Merdeka Belajar”. Paket kebijakan pendidikan pertama ini disambut baik oleh para guru dan semua pemangku kepentingan (Tempo.co, 29/01/2020).
Kebijakan merdeka belajar - kampus merdeka diharapkan bisa menjadi jawaban atas tuntutan di perguruan tinggi menjadi otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Buah dari kebijakan ini menghasilkan kurikulum industri seperti pernyataan Pak Presiden Jokowi meminta perguruan tinggi melibatkan berbagai industri untuk mendidik para mahasiswa. Di era yang penuh disrupsi seperti sekarang ini, kata dia, kolaborasi antara perguruan tinggi dengan para praktisi dan pelaku industri sangat penting. "Ajak industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata," kata Jokowi dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada (Kompas.com, 27/7/2021).
Kebijakan merdeka belajar - kampus merdeka diharapkan bisa menjadi jawaban atas tuntutan di perguruan tinggi menjadi otonom dan fleksibel
Kampus Merdeka Menyalahi Tujuan Pendidikan - Menuntut Ilmu
Mendengar - membaca tujuan dari kampus merdeka (kurikulum industri) sepintas sangat baik, tapi pada hakekatnya mengubah secara perlahan esensi dari tujuan pendidikan-menuntut ilmu.
Di mana kita tahu, tujuan pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Faktanya dengan adanya kurikulum industri, membuka pintu korporasi membajak potensi intelektual generasi. Kita bisa melihat dengan jelas bahwa sebenarnya program ini adalah bentuk industrialisasi kampus yang mengarah ke lebih masifnya neokolonisasi dan neokapatalisme di Perguruan Tinggi (PT). Menyesuaikan dengan revolusi industri ke-4. Artinya, membuka kran industri lebih luas untuk mengkapitalisasi mahasiswa. Mahasiswa akan dirancang sesuai keinginan pasar industri. Dengan ini, akan menciderai tujuan utama pendidikan dan menuntut ilmu.
Adanya empat program Kampus Merdeka yakni, pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri badan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi dapat menjadi langkah awal membentuk link and match PT dengan industri.
Dampaknya, semua pihak kampus kini sibuk mengejar implementasi kampus merdeka dan terus mencari peluang kerjasama dengan industri ataupun perusahaan demi kelancaran pendidikan. Waktu untuk mendidik mahasiswa pastinya akan berkurang. Dampak lain seperti pertukaran mahasiswa, dan magang di beberapa perusahaan. Intinya program kampus diselaraskan dengan kebutuhan pasar industri.
Dari fakta di atas, semakin menunjukkan negara lepas tangan pada pengurusan-pembiayaan pendidikan, lebih diserahkan kepada kapital. Kampus merdeka justru merampas hak pendidikan berkualitas yang seharusnya membentuk generasi intelektual kritis di garda terdepan mengahadapi problem (perpanjangan tangan) masyarakat. Program ini malah menggiring pendidikan menjadi mahasiswa yang apatis. Sebelum adanya kebijakan kampus merdeka, waktu mahasiswa terkuras mengejar akademik, lah sekarang (baca: adanya kurikulum industri/kampus merdeka) jadwal mahasiswa semakin dipadatkan.
Padahal, seyogianya pendidikan fokus utamanya pada pengembangan ilmu yang bermanfaat untuk umat. Fakta sekarang, pendidikan di desain untuk mencetak tenaga kerja sesuai kebutuhan industri. Lalu, bagaimana bisa membangun bangsa yang mandiri? Jika kurikulum kampus mengikuti arahan industri.
Maka, menjadi sangat penting untuk mengembalikan peran pendidikan sebagai pencetak generasi cerdas. Intelektual yang tidak hanya menguasai ilmu dibidangnya, namun menyadari kemanfaatan ilmunya di tengah-tengah masyarakat. Bahwa, penelitian yang dilakukan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat bukan permintaan industri-kapital.
Negara kita tercinta, membutuhkan intelektual pemikir (pemimpin yang mandiri) di masa mendatang, bukan sekadar pekerja (pesuruh) di bawah komando kapital (negara asing).
Tentu kita tidak ingin jika hal seperti ini terus berulang. Wajah pendidikan seperti di atas, tentu tidak lepas dari pengaruh penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi saat ini. Maka, perbaikan pendidikan haruslah di ubah dengan cara mengubah paradigma pendidikan itu sendiri. Dengan merancang sistem pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Dalam sejarah panjang Islam, umat Islam pernah mencapai masa kegemilangan selama 13 abad lamanya. Saat itu, PT di negara Islam menjadi perguruan terkemuka di dunia. Bahkan menjadi sumber rujukan literatur dunia. Sehingga mampu melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi dan al-Firdausi.
Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan dalam Islam, secara sistemik membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/IPTEK), dan memiliki keterampilan berdaya dan berguna. Dengan kurikulum berlandaskan akidah Islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas tersebut. Wallahu a’lam.
Diedit oleh Mappasessu
0 Comments