Citra


Opini -  Citra
by. Tomi Lebang
(tulisan dikutip dari Facebook)

Baliho raksasa ini terpancang di sudut jalan  yang ramai di Menteng, Jakarta Pusat. Di bawahnya ada warung sate dan gulai kambing paling tenar di ibukota: sate kambing Jalan Sabang.

Wajah yang terpampang di baliho itu tak asing benar. Hary Tanoe, pemimpin Partai Perindo -- bekas pemimpin Nasdem dan Hanura -- dan juga pemilik jaringan media besar MNC TV, RCTI serta surat kabar Sindo. Ia juga salah satu orang terkaya di Indonesia. Masih muda pula. 

Gambar raksasa itu: membekaskah di hatimu? Mengendapkah di benakmu? 

Demi Tuhan, TIDAK sama sekali. Setidaknya buat saya.

Perpaduan ketenaran, uang banyak, jaringan media besar, gambar-gambar terbaik di ruang publik sekali pun, tak akan mengubah apa-apa di benak saya. Pencitraan tak membawa pengaruh yang besar jika itu dilakukan terencana.

Citra yang baik, tertanam dan membekas datang dari sikap-sikap yang apa adanya, yang alami dan tak diongkosi, yang tak dipoles-poles.

Citra itu seumpama cahaya bintang: sampai ke manusia di bumi seusai mengarungi begitu panjang ruang dan begitu lama waktu. Sungguh panas di sana, tapi cahaya yang sampai di sini telah redup atau melembut oleh gerusan debu angkasa, panjangnya ruang kosong dan lorong waktu. 

Tapi satu bintang yang dekat, matahari, tampil apa adanya: panas menyengat, hilang di peraduan selepas senja, tapi kita tahu ia ada di sana dan esok pagi akan kembali muncul dengan sinarnya. Matahari tampil apa adanya. Tak ada yang bisa membelokkan citranya menjadi "makhluk yang dingin dan suram".

Engkau yang lemah tak perlulah menegas-negaskan diri. Engkau yang santun, tak ada gunanya memasang wajah garang. Engkau yang pemarah tak usah melembut-lembutkan diri. 

Sejuta kata-kata, berkuas-kuas kosmetika, bahkan topan badai media sosial, tak akan mengubah bayangan dirimu yang sesungguhnya. 

Jadilah dirimu sendiri. Engkau apa adanya. 

Tiba-tiba saja saya ingin menuliskan kembali sajak Sapardi Djoko Damono ini, yang bahkan penulisnya sendiri sudah bosan mendengarnya. 

"aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

"aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"


0 Comments