Tanah Hibah untuk Cucu, Tahapan Balik Nama Sebagian Warisan Kakek

LBH CITA KEADILAN - Tanah Hibah untuk Cucu, Tahapan Balik Nama Sebagian Warisan Kakek.
Sebagai pengantar, akan di ilustrasikan sederhana, seperti ini:
Seorang Kakek mempunyai 6 orang anak. kepada 2 orang anaknya beliau mewariskan sebidang tanah untuk dibagi 2, yaitu X dan Y si bungsu.
Sedangkan X mempunyai 4 orang anak. X dan sudah dimusyawarahkan bersama keluarga adalah tanah yang diwariskan oleh kakek akan dihibahkan langsung kepada anaknya yang ke-2 tadi.
"LBH CITA KEADILAN WATANSOPPENG, Konsultan Hukum Keluarga ANDA" Hp./WA. 085242935945
Hal utama dan pertama adalah, apakah ada wasiat secara tertulis dari kakek waktu masih hidup, jika ada maka bisa langsung dibuat akta hibah.
Akan tetapi dalam hal tidak dibuat wasiat secara tertulis di hadapan Notaris, sehingga tidak bisa langsung dibuatkan akta hibahnya, maka proses yang ditempuh adalah balik nama dan pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama (“APHB”) biasa.
Kondisinya;
kakek sudah meninggal dunia dan sertifikat masih terdaftar atas nama kakek.
Tanah dari kakek merupakan bagian dari keseluruhan harta warisan (boedel waris) yang sejatinya dibagi ke semua ahli waris, sesuai dengan bagiannya.
Hibah Wasiat
Walaupun kakek memiliki 6 orang anak, yang diberi tanah tersebut hanyalah kedua orang anaknya. Sehingga ada yang disebut hibah wasiat (jika memang ada wasiat).
Hibah wasiat tersebut harus dibuat sebelum kakek meninggal dunia.
Penyebutan pesan ini spesifik, sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 196 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) bahwa “Dalam wasiat, baik secara tertulis maupun lisan, harus disebutkan dengan tegas dan jelas, siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan”. Dalam Hukum Waris, pemberian pesan seperti itu, dikenal dengan Hibah Wasiat. Hibah Wasiat hanya dapat dilaksanakan setelah pewaris meninggal dunia. Tentu saja, Hibah Wasiat ini tidak serta merta dapat dilaksanakan, ia harus memenuhi persyaratan yang ada.
Persyaratan,
Di dalam Pasal 195 KHI disyaratkan bahwa:
(1) Wasiat dilakukan secara lisan, dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari seluruh harta warisan, kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku apabila, disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Persetujuan dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang saksi dan Notaris.
Baca Juga : Tanah Warisan di Jual Keluarga Lain, Perlukah Pembatalan Sertifikat Tanah dalam Gugatan Waris ?
Non Muslim
Bagi yang beragama non-muslim, mengenai wasiat merujuk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
Dalam Pasal 875 KUHPer, surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. 
suatu testament adalah suatu akta, kata mana menunjuk pada syarat, bahwa testament harus berbentuk suatu tulisan, sesuatu yang tertulis.
Wajib Tertulis
Ketika wasiat tersebut tidak berbentuk tertulis, maka sudah tidak memenuhi ketentuan mengenai wasiat.
Dalam hal tidak dibuat wasiat secara tertulis di hadapan Notaris, sehingga tidak bisa langsung dibuatkan akta hibahnya, maka proses yang ditempuh adalah balik nama dan pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama (“APHB”) biasa.
Peristiwa Hukum
Dengan demikian, maka terdapat tiga peristiwa hukum di dalamnya:
1. kematian kakek (sebut saja namanya A) yang meninggalkan harta berupa tanah atas nama A. Dimana A memiliki 6 orang anak: B, C, D, E, F, G.
2. Pewasiatan tanah (atas nama kakek A tersebut) kepada 2 anak kandung kakek (sebut saja B dan C). Dimana B memiliki 4 orang anak: B-1, B-2, B-3 dan B-4.
3. Sertifikat yang sudah dipecah dan menjadi bagian B akan dihibahkan ke anaknya yang ke-2 (B-2).
Setiap kematian, Yang pertama kali harus dilakukan adalah membuat surat keterangan kematian dari kelurahan (pribumi) kemudian dibuat Surat Keterangan Waris (“SKW”).
Dari SKW ini, diketahui siapa saja ahli waris yang berhak, sehingga dapat dipastikan siapa saja ahli waris dari pewaris dan siapa saja yang berhak atas harta warisan.
Proses Pewarisan
Pada praktiknya, jika tidak dibuatkan akta Hibah wasiat secara notariil, maka setiap kali terjadi kematian, harus terjadi proses pewarisan. Walaupun nantinya tanah tersebut akan dipecah dua dan diberikan kepada masing-masing nama. 
Tahapannya menjadi sebagai berikut:
1. Proses turun waris (balik nama waris) dengan membayar pajak waris, sehingga tanah dibaliknama ke atas nama seluruh anak-anak dulu (B, C,D,E,F,G).
2. Setelah itu dilakukan pemecahan sertifikat menjadi 2 bagian (menjadi X dan Y).
3. Lalu untuk bidang tanah “X” dibuatkan akta hibah dari B, C, D, E, F, G kepada B-2 (anak B); sedangkan
4. Untuk bidang tanah “Y” dibuatkan APHB dimana B, D, E, F, dan G melepaskan haknya kepada C.
5. Masing-masing untuk point 3 dan 4dilakukan pembayaran pajaknya seperti pajak jual beli, walaupun menggunakan mekanisme hibah. Karena hibah garis ke samping tetap dikenakan pajak seperti pajak jual beli.
6. Proses balik nama: untuk tanah X dibaliknama ke B-2 sedangkan tanah Y dibaliknama ke C.
Baca Juga : Proses Pengurusan Surat Tanah Warisan atau Tanah Girik menjadi Sertifikat
Syarat Administrasi :
Untuk syarat administrasi yang harus dipenuhi adalah:
a. Data tanah
1. Sertifikat asli;
2. Pajak Bumi Bangunan (PBB) asli 5 tahun terakhir, berikut Surat Tanda Terima Setoran;
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) asli.
b. Data pemberi dan penerima hibah
1. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
2. foto copy Kartu Keluarga;
3. foto copy akta kelahiran.
Perbuatan Permohonan Pewarisan;
Untuk pembuatan permohonan Pewarisan bahkan pendampingan atas proses diatas bisa ke :
Kantor Hukum
Demikian, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.    Kompilasi Hukum Islam.

0 Comments